Hakim Gyan Sudha Misra dari Mahkamah Agung mengatakan kepada Express dalam sebuah wawancara eksklusif bahwa jika pemerkosaan berkelompok mengakibatkan kematian korban, tindakan tersebut harus mengakibatkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan tersebut.

Ia mengatakan bahwa baik KUHAP (CrPC) maupun KUHAP India (IPC) harus diamandemen untuk mengatasi hal ini. “Pengadilan jalur cepat tidak akan ada artinya jika tidak ada keadilan yang cepat. Saat ini, bukti-bukti yang dicatat polisi dalam pasal 161 CPR tidak dapat diterima sebagai alat bukti. Oleh karena itu, apabila alat bukti itu dicatat, harus dilakukan di hadapan hakim atau pejabat pengadilan. Dan bukti ini harus bersifat final,” kata Hakim Misra. Tidak boleh ada rekaman kesaksian yang kedua. Tepat di depan pintu, jika alat bukti dicatat di bawah pengawasan petugas kehakiman, tidak akan ada kontroversi, katanya.

Baik terdakwa maupun korban tidak boleh didampingi pengacara sampai buktinya dicatat, tambahnya. Untuk membenarkan pendiriannya, Hakim Misra mengutip sebuah contoh yang mengatakan bahwa pembunuhan yang dilakukan selama perampokan oleh lima orang atau lebih dapat diancam dengan hukuman mati. Demikian pula, amandemen harus dibuat untuk memasukkan kematian karena pemerkosaan berkelompok yang mengakibatkan kematian korban.

(Pasal 395 IPC: Siapapun yang melakukan perampokan akan dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara berat untuk jangka waktu yang dapat mencapai 10 tahun dan juga dapat dihukum dengan denda.) (Pasal 396: Jika salah satu dari lima atau lebih orang-orang yang bersama-sama melakukan perampokan, melakukan pembunuhan dengan melakukan perampokan itu, masing-masing orang tersebut diancam dengan hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup.)

judi bola